Rabu, 25 April 2012

Pentingnya Pendidikan


          Pendidikan adalah suatu hal yang amat urgen dalam kehidupan umat manusia secara umum, dan dalam kehidupan umat Islam secara khusus. Oleh karena itu islam memberikan perhatian yang amat besar, sampai-sampai ayat Al Qur’an yang pertama diturunkan adalah 5 ayat dalam surat Al ‘Alaq, yang memerintahkan umat manusia untuk membaca dan belajar.

         Bukan hanya itu, bahkan syari’at Al Qur’an telah menjelaskan bahwa kahidupan manusia baik di dunia atau di akhirat tidaklah akan menjadi baik melainkan dengan didukung oleh pendidikan yang baik dan benar. Oleh karena itu seluruh mahluk yang ada di dunia ini dinyatakan senantiasa mendoakan kebaikan kepada setiap orang yang berjuang dengan mengajarkan kebaikan kepada umat manusia.
Mari kita renungkan bersama sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam berikut ini,
“Sesungguhnya Allah, seluruh Malaikat-Nya, seluruh penghuni langit-langit dan bumi, sampai semut yang berada di dalam liangnya, dan ikan, senantiasa memuji dan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. At Tirmizi dan dishahihkan oleh Al Albani)
Sebagaimana Syari’at Al Qur’an juga mengajarkan agar pendidikan yang disampai kepada masyarakat senantiasa didasari oleh data yang autentik dan kebenaran. Sebagai salah satu contoh nyata hal ini ialah kisah berikut,
“Dari Abdullah bin ‘Amir, ia menuturkan: Pada suatu hari ibuku memanggilku, sedangkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk-duduk di rumah kami, kemudian ibuku berkata, Hai nak, kemarilah, aku beri engkau sesuatu. (Ketika mendengar perkataan ibuku itu) Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, Apakah yang hendak engkau berikan kepadanya? Ibuku menjawab, Aku hendak memberinya kurma, Lalu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, Ketahuilah sesungguhnya engkau bila tidak memberinya sesuatu, maka ucapanmu ini niscaya dicatat sebagai satu kedustaanmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Al Baihaqi dan dishahihkan oleh Al Albani)
             Demikianlah pendidikan dalam syari’at Al Qur’an, oleh karena itu tidak mengherankan bila Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam menjadikan kedustaan sebagai salah satu kriteria orang-orang munafik.
Sebagaimana sabda rasulullah sallallahu `alaihi wasallam :
“Pertanda orang-orang munafik ada tiga, bila ia berbicara ia berdusta, bila ia berjanjia ia ingkar, bila diamanati ia berkhianat.” (Muttafaqun ‘alaih)
Bila kita bandingkan hadits ini dengan fenomena pendidikan yang ada dimasyarakat kita, baik yang ada dalam keluarga, atau di masyarakat atau di sekolah-sekolah, niscaya kita dapatkan perbedaan yang amat besar. Pendidikan di masyarakat banyak yang disampaikan dengan kedustaan dan kebohongan, misalnya melalui dongeng palsu, cerita kerakyatan, cerita fiktif, sandiwara, film-film yang seluruh isinya berdasarkan pada rekayasa dan kisah-kisah palsu dll.
            Oleh karena itu, tidak heran bila di masyarakat kita perbuatan dusta merupakan hal yang amat lazim terjadi dan biasa dilakukan, karena semenjak dini mereka dilatih melakukan kedustaan dan kebohongan. Diantara keistimewaan metode pendidikan dalam syari’at Al Qur’an ialah ditanamkannya nilai-nilai keimanan kepada Allah Ta’ala, rasa takut kepada-Nya, senantiasa tawakkal dan sadar serta yakin bahwa segala kebaikan dan juga segala kejelekan hanya Allah yang memiliki, tiada yang mampu mencelakakan atau memberi kemanfaatan kepada manusia tanpa izin dari Allah Ta’ala. Sehingga dengan menanamkan keimanan kepada Allah Ta’ala sejak dini semacam ini, menjadikan masyarakat muslim berjiwa besar, tangguh bak gunung yang menjulang tinggi ke langit, bersih jauh dari sifat-sifat kemunafikan, penakut, berkhianat, memancing di air keruh atau menggunakan kesempatan dalam kesempitan.
          Kisah berikut adalah salah satu contoh nyata pendidikan Islam yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya,
“Dari Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu ia berkata, Suatu hari aku membonceng Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda kepadaku, “Wahai nak, sesungguhnya aku akan ajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah (syari’at) Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah (syari’at) Allah, niscaya engkau akan dapatkan (pertolongan/perlindungan) Allah senantiasa dihadapanmu. Bila engkau meminta (sesuatu) maka mintalah kepada Allah, bila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah (yakinilah) bahwa umat manusia seandainya bersekongkol untuk memberimu suatu manfaat, niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat melainkan dengan sesuatu yang telah Allah tuliskan untukmu, dan seandainya mereka bersekongkol untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakanmu selain dengan suatu hal yang telah Allah tuliskan atasmu. Al Qalam (pencatat taqdir) telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. Ahmad, dan At Tirmizi dan dishahihkan oleh Al Albani)
Dan berikut adalah salah satu contoh generasi yang telah tertanam pada dirinya pendidikan Al Qur’an, yang senantiasa mengajarkan agar setiap manusia senantiasa mengingat Allah, dan senantiasa sadar bahwa Allah selalu melihat dan mendengar segala gerak dan geriknya.
           Pada suatu malam ada seorang wanita yang memerintahkan anak gadisnya untuk mencampurkan air ke dalam susu yang hendak ia jual, maka anak tersebut menjawab dengan penuh keimanan, “Bukankah ibu telah mendengar bahwa Umar telah melarang kita dari perbuatan semacam ini?! Maka sang ibu pun menimpali dengan berkata, Sesungguhnya Umar tidak akan mengetahui perbuatanmu! Maka anak  tersebut menjawab dengan berkata, “Sungguh demi Allah aku tidak sudi untuk mentaati peraturan Umar hanya ketika di khalayak ramai, akan tetapi ketika aku sendirian aku melanggarnya.”
Kita semua bisa bayangkan bila prinsip-prinsip islamiyyah yang terkandung dalam hadits ini terwujud pada masyarakat kita, maka saya yakin bahwa masyarakat kita akan terhindar dari berbagai praktek-praktek pengecut, khianat, korupsi, penakut, putus asa, dll.
Tentu pendidikan yang semacam ini menyelisihi pendidikan yang sekarang banyak dilakukan oleh masyarakat kita, dimana anak-anak kita sejak kecil senantiasa dihancurkan kejiwaannya, keberaniannya dengan berbagai dongeng tentang hantu, syetan, khayalan tentang superman, batman, satria baja hitam, atau yang serupa yang menggambarkan tentang manusia yang bisa terbang, merubah bentuk, dengan berbagai kedustaan yang ada pada kisah-kisah tersebut. Tidaklah mengherankan bila generasi yang dibina dan jiwanya dipenuhi dengan kisah-kisah palsu semacam ini, hanya pandai mengkhayal, dan mudah putus asa, penakut dan pemalas. Dan secara tidak langsung dia sudah jauh dari nilai - nilai islam, kalau sudah demikian maka lahirlah generasi – generasi yang kelak akan menghancurkan islam sendiri.
               Dengan demikian pendidikan yang benar itu sangatlah penting untuk memcetak generasi – generasi yang mempunyai IPTEK tinggi dan IMTAK mulya.

Minggu, 22 April 2012

Haramnya durhaka kepada kedua orang tua

     Imam Bukhari meriwayatkan dalam Kitabul Adab dari jalan Abi Bakrah Radhiyallahu 'anhu, telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya
: Sukakah saya beritahukan kepadamu sebesar-besar dosa yang paling besar, tiga kali (beliau ulangi). Sahabat berkata, 'Baiklah, ya Rasulullah', bersabda Nabi. "Menyekutukan Allah, dan durhaka kepada kedua orang tua, serta camkanlah, dan saksi palsu dan perkataan bohong". Maka Nabi selalu megulangi, "Dan persaksian palsu", sehingga kami berkata, "semoga Nabi diam" [Hadits Riwayat Bukhari 3/151-152 -Fathul Baari 5/261 No. 2654, dan Muslim 87]
       Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa dosa  yang paling besar setelah syirik adalah uququl walidain (durhaka kepda kedua orang tua). Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bahwa diantara dosa-dosa besar yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh diri, dan sumpah palsu [Riwayat Bukhari dalam Fathul Baari 11/555]. Kemudian diantara dosa-dosa besar yang paling besar adalah seorang melaknat kedua orang tuanya [Hadits Riwayat Imam Bukhari]
      Dari Mughirah bin Syu'bah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
     "Artinya
: Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan minta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan)" [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari 10/405 No. 5975) Muslim No. 1715 912)]
     Hadits ini adalah salah satu hadits yang melarang seorang anak berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya. Seorang anak yang berbuat durhaka kepada orang tuanya, sebelum dia meminta maghfiroh  maka  nerakalah baginya,  dengan sebab dia durhaka kepada kedua orang tuanya, sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
     "Artinya :
Dari Abu Darda bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak masuk surga anak yang durhaka, peminum khamr (minuman keras) dan orang yang mendustakan qadar" [Hadits Riwayat Ahmad 6/441 dan di Hasankan oleh Al-Albani dalam Silsilah Hadits Shahihnya 675]
     Diantara bentuk durhaka (uquq) adalah :
1.     menimbulkan gangguan terhadap orang tua baik berupa perkataan(ucapan) ataupun perbuatan yang membuat orang tua sedih dan sakit hati.
2.     Berkata “ah” dan tidak memenuhi panggilan orang tua.
3.     Membentak atau menghardik orang tua.
4.     Bakhil, tidak megurusi orang tuanya bahkan lebih mementingkan yang lain dari pada mengurusi orang tuanya padahal orang tuanya  sangat membutuhkan.
5.     Bermuka masam dan cemberut dihadapan orang tua, merendahkan orang tua,mengatakan bodoh, kolot dan lain – lain .
6.      Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci  atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua atau lemah. Tetapi jika si `ibu` melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri maka tidak mengapa.
7.      Menyebut kejelekan orang tua dihadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.  
8.     Mendahulukan taat kepada istri dari pada orang  tua, bahkan ada sebagian orang dengan teganya mengusir orang tuanya demi menuruti kemauan istrinya, naudzubillah..
9.     Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tingggalnya, sikap semacam ini adalah sikap yang amat  tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.
          
          Semuanya itu termasuk bentuk kedurhakaan kepada  orang tua. Oleh karena itu kita harus berhati-hati  dalam berkata dan berbuat kepada kedua orang tua dengan kepada orang lain. Karena ancaman Allah terhadap orang yang durhaka kepada orang tuanya amatlah dahsyat.  Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Abu Daud dan Tirmidzi dari sahabat Abi Bakrah dikatakan. "Artinya : Dari Abi Bakrah Radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Tidak ada dosa yang Allah cepatkan adzabnya kepada pelakunya di dunia ini dan Allah juga akan mengadzabnya di akhirat yang pertama adalah berlaku zhalim, kedua memutuskan silaturahmi" [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (Shahih Adabul Mufrad No. 23), Abu Dawud (4902), Tirmidzi (2511), Ibnu Majah (4211). Ahmad 5/36 & 38, Hakim 2/356 & 4/162-163, Tirmidzi berkata, "Hadits Hasan Shahih", kata Al-Hakim, 'Shahih Sanadnya", Imam Dzahabi menyetujuinya]
Dalam hadits lain dikatakan.
"Artinya :
Dua perbuatan dosa yang Allah cepatkan adzabnya (siksanya) di dunia yaitu berbuat zhalim dan al'uquq (durhaka kepdada orang tua)" [Hadits Riwayat Hakim 4/177 dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu] [1]
        Keridlaan orang tua harus kita dahulukan dari pada keridlaan istri dan anak. Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan anak yang durhaka akan diadzab di dunia dan di akhirat serta tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.
        Sedangkan dalam lafadz yang lain diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, Hakim, Ahmad dan juga yang lainnya, dikatakan : "Artinya :
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu berkata, 'Telah berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat yakni anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki dan kepala rumah tangga yang membiarkan adanya kejelekan (zina) dalam rumah tangganya" [Hadits Riwayat Hakim, Baihaqi, Ahmad 2/134]
           Jadi, salah satu yang menyebabkan seseorang tidak masuk surga adalah durhaka kepada kedua orang tuanya. Dapat kita lihat bahwa orang yang durhaka kepada orang tuanya hidupnya tidak berkah dan selalu mengalami berbagai macam kesulitan. Kalaupun orang tersebut kaya maka kekayaannya tidak akan menjadikannya  bahagia. Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya kemudian kedua orang tuanya tersebut mendo'akan kejelekan, maka do'a kedua orang tua tersebut bisa dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebab dalam hadits yang shahih Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya :
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, 'Telah berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Ada tiga do'a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala -yang tidak diragukan tentang do'a ini-, yang pertama yaitu do'a kedua orang tua terhadap anaknya yang kedua do'a orang yang musafir -yang sedang dalam perjalanan-, yang ketiga do'a orang yang dizhalimi" [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabaul Mufrad, Abu Dawud, dan Tirmidzi] [2]
        Banyak sekali riwayat yang shahih yang menjelaskan tentang akibat buruk dari durhaka kepada orang tua di dunia maupun di akhirat. Ada juga kisah-kisah nyata tentang adzab (siksa) dari anak yang durhaka, dari kisah tersebut ada yang shahih ada juga yang dla'if (lemah). Diantara kisah yang dla'if yang sering dibawakan oleh para khatib (penceramah) yaitu kisah Al-Qamah yang durhaka kepada ibunya sampai mau dibakar oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam hingga ibunya mema'afkannya. Akan tetapi kisah ini dla'if dilemahkan oleh para ulama ahli hadits.

   Allahu a`lam bisshowab.